Masa
pacaran adalah salah satu masa yang lazim dijalani individu yang mulai
memasuki usia reniaja. Perkembangan fisik dan psikologis pada remaja
memungkinkan terjadinya ketertarikan terhadap lawan jenis dan keinginan
membentuk hubungan yang lebih dan hubungan pertemanan atau persahabatan,
yang biasa disebut sebagai pacaran (dating). Pacaran merupakan
aktivitas yang berkaitan erat dengan budaya. Pacaran usia dini adalah
bagian dari pergaulan bebas yang dimana pergaulan bebas itu adalah salah
satu penyebab kenakalan remaja.
A. PENYEBAB PACARAN USIA DINI
1. Globalisasi
Globalisasi pada masa
sekarang ini tidak dapat lagi dibendung. Globalisasi yang paling
mempengaruhi para remaja sekarang adalah globalisasi akibat
berkembangnya internet. Dari situlah para remaja mendapat dorongan untuk
mencontoh budaya bangsa barat yang tidak sesuai diterapkan di Indonesia
seperti konsuntif, hedonisme dan gonta-ganti pasangan hidup. Sehingga
mendorong para remaja untuk berpacaran di usia dini.
2. Membuktikan diri cukup
menarik
Pada saat ini, para remaja
sudah melewati batas bergaul yang telah di tetapkan oleh orang tua.
Mereka sudah mengenal pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka
merupakan salah satu bentuk gensi yang membanggakan. Selain itu, pacar
merupakan sesuatu yang dapat membuktikan bahwa mereka cukup menarik dan
patut untuk mendapat perhatian dar lingkungan sekelilingnya.
3. Adanya pengaruh kawan
Di kalangan remaja, memiliki
banyak kawan merupakan salah satu bentuk prestasi tersendiri. Makin
banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya.
Akan tetapi, jika tidak
dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecawaan. Sebab
kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup tertentu
pula seperti halnya berpacaran. Apabila si remaja berusha mengikuti
tetapi tidak sanggup memenuhinya maka remaja tersebut kemunginan besar
akan di jauhi oleh teman-temannya.
B. DAMPAK PACARAN DI USIA DINI
1. Dampak Positif
a. Belajar bersosialisasi
Dengan berpacaran kita akan mampu
bersosialisasi dengan pasangan kita, sehingga kita mampu mengetahui
karakteristik seseorang dan membuat kita tidak canggung dalam
bersosialisasi dengan orang asing yang baru kita jumpai. Karena kita
telah belajar bersosialisasi dengan pasangan kita.
b. Mempelajari karakteristik
berbagai macam orang
Namun, kalau kita
perhatikan apa yang dapat remaja lakukan ketika dia mendapati bahwa
pasangannya itu tidak cocok dengannya? Kata yang keluar adalah ‘putus’!
Bukannya mencoba untuk bisa mengerti satu sama lain, para remaja hanya
mempelajari untuk bercerai. Bagaimana tidak? Karena faktor usai yang
dibawakan dalam diri hanya emosi sesaat.
Jika dikatakan alangkah
lebih menyenangkan untuk mempelajari diri sendiri dulu, membenahi diri,
dan berupaya untuk bisa beradaptasi dengan banyak orang. Ketimbang
mengikatkan diri dengan satu orang yang kadang kala membuat sakit hati,
lebih baik seorang remaja mencoba untuk berbaur dengan yang lainnya. Di
situ dia bisa ‘mempelajari karakteristik orang lain’. Dan, dia juga
sedang mempelajari dirinya sendiri tentunya.
Setelah dia bisa
mengendalikan emosinya – ini merupakan saat yang tepat untuk berpacaran –
tentunya dia sudah berani berkomitmen. Jadi, berpacaran bukan hanya
untuk having fun. Tidaklah pantas menurut penulis jika seseorang
mempermainkan perasaan orang lain. Lagipula, masa remaja yang penuh
gejolak ini akan sangat memberikan keragu-raguan dalam hal berpacaran.
Maka dari itu, beberapa orang tua melarang anaknya untuk berpacaran
(walau ada juga yang tidak).
2. Dampak Negatif
a. Kekerasan fisik
Koalisi Antikekerasan di Alabama menyebutkan bahwa
satu dari tiga anak mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini.
Bentuknya seperti mendorong, memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan
tersebut sangat tertutup karena pihak korban ataupun pelaku tidak
mengakui adanya masalah selama hubungan kencan. Penyebab kekerasan fisik
pada remaja di antaranya kecemburuan, sifat posesif, dan temperamen
dari pasangan si anak remaja. Pelaku, misalnya, mengontrol cara
berpakaian si anak. Hal itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan, yang
sering kali dilihat oleh si anak sebagai bentuk perhatian.
b. Kekerasan seksual
Pemerkosaan dalam pacaran
adalah bentuk kekerasan seksual dalam pacaran. Komisi Nasional
Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia
mengategorikan kekerasan jenis itu sebagai kekerasan dalam pacaran
(KDP). KDP secara seksual terjadi ketika seseorang diserang secara
seksual oleh orang lain yang dikenal dan dipercaya, seperti teman
kencan. Kekerasan seksual dapat juga terjadi saat korban mabuk di suatu
pesta, misalnya. Pesta menjadi ajang yang paling mudah bagi pelaku untuk
mengincar remaja dengan lebih dahulu memberikan narkoba, kemudian
menjadikannya korban kekerasan seksual.
c. Cenderung menjadi pribadi
yang rapuh
Anak remaja yang mulai
pacaran sejak usia dini lebih banyak mengalami sakit kepala, perut dan
pinggang. Mereka juga lebih banyak depresi dibanding rekan seusianya
yang belum pernah pacaran.
Seseorang, yang mengenal
cinta lebih dini cenderung menjadi pribadi yang rapuh, sakit-sakitan,
merasa tidak aman dan mudah depresi,
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
Mereka punya kecenderungan
tingkat rasa sakit yang lebih mendalam. Mereka benar-benar meresapi
perasaan buruk seperti sedih atau kesal karena secara psikologi mereka
sudah mengenalnya ketika berhubungan dengan pasangannya.
akibat terlalu mendalami
perasaan sedih dan emosional itu adalah depresi dan penyakit lainnya.
Karena terlalu sedih atau marah, perasan depresi pun bisa muncul.
Akibatnya mereka jadi tidak mau makan, kurang tidur atau tidak mau
melakukan apa-apa. Dari situlah muncul penyakit-penyakit seperti pusing,
sakit perut dan lainnya
Mereka yang mengenal cinta
dan mengalami masalah dalam berhubungan dengan pasangan lebih dulu
memiliki pandangan yang lebih serius dan sikap yang lebih tertutup. Hal
itu memicu perasaan stres dan penyakit fisik lainnya.
d. Kehamilan dan penularan
penyakit menular seksual
Anak yang
berpacaran di usia dini mengarah pada kemungkinan yang lebih besar untuk
melakukan hubungan seksual. Hal itu sangat memungkinkan terjadinya
kehamilan dan penularan penyakit menular seksual (PMS). Menurut The
Centers for Disease Control (CDC), kelompok remaja dan dewasa muda
(15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi
untuk tertular PMS.
Sekedar mengingatkan bahaya
kehamilan pada remaja:
· Hancurnya masa depan karena tidak bisa melanjutkan
sekolah.
· Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami
kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
· Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri
oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan
karena cinta).
· Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan
pada tenaga non medis (dukun bayi, tenaga tradisional) sering mengalami
kematian karena mengalami sakit dan pendarahan yang hebat.
· Pengguguran kandungan yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung
berat, sehingga
kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul
kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat
dihukum berat .
· Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering
mengalami kecacatan dan gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
· Jadi bahan pembicaraan dan ejekan masyarakat sekitar
.
· Stress berkepanjangan dan
bisa jadi GILA.
e. Menurunkan konsentrasi
Hal ini terjadi jika remaja
telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya sehingga emosinya menjadi
labil, konsentrasi menjadi buyar karena terus memikirkan pacarnya
sehingga remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang di
berikan kepadanya dan mengerjakan ulangan dengan baik sehingga dapat
menurunkan prestasi remaja tersebut.
f. Menguras harta
Akan menguras harta, karena
orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk pacarnya, bahkan uang
yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk membelikan hadiah untuk
pacarnya.
3. KIAT – KIAT MENGHINDARI
DAMPAK NEGATIF DALAM PACARAN DI USIA DINI
a. Hati – hati berpacaran
Setelah melalui fase
“ketertarikan” maka mulailah pada fase saling mengenal lebih jauh alias
berpacaran. Saat ini adalah saat paling tepat untuk mengenal pribadi
dari masing-masing pasangan. Sayangnya, tujuan untuk mengenal pribadi
lebih dekat, sering disertai aktivitas seksual yang berlebihan. Makna
pengenalan pribadi berubah menjadi pelampiasan hawa nafsu dari
masing-masing pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak seharusnya
diwujudkan dalam bentuk aktivitas seksual. Saling memberi perhatian,
merancang cita-cita serta membuka diri terhadap kekurangan masing-masing
merupakan bagian penting dalam masa berpacaran. Aktivitas fisik seperti
saling menyentuh, mengungkapkan perasaan kasih sayang, ciuman kasih
sayang adalah hal tidak terlalu penting, namun sering dianggap sebagai
bagian yang indah dari masa berpacaran. Pada batas-batas tertentu hal
ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas tersebut, apalagi pada
hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak dapat diterima oleh
norma yang kita anut. Karena justru aktivitas seksual akan mengotori
makna dari pacaran itu sendiri.
b. No Seks
Katakan “tidak pada seks”,
jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaran melebihi batas. Terutama
bagi remaja putri permintaan seks sebagai “bukti cinta”, jangan
dipenuhi, cuma ngapusi ! Karena yang paling rugi adalah pihak wanita.
Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya, seumur hidup ia akan
menderita, karena norma yang dianut dalam masyarakat kita masih tetap
mengagungkan kesucian. Berbeda dengan wanita, keperjakaan pria tidak
pernah bisa dibuktikan, sementara dengan pemeriksaan dokter kandungan
dapat ditentukan apakah seorang gadis masih utuh selaput daranya atau
tidak. Kepuasan cuma sesaat , penderitaan akan selalu menghantui . Ingat
!!!
c. Rem Keimanan
Iman, merupakan rem paling
pakem dalam berpacaran. Justru penilaian kepribadian pasangan dapat
dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang melanggar
norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi
pasangan yang baik. Untuk itu, “Say Good Bye” sajalah…! Masih banyak
pria dan wanita lain yang mempunyai iman dan moral yang baik yang kelak
dapat membantu keluarga bahagia.
d. Kiat Sadar Diri
1. Niatkan bahwa tujuan
berpacaran adalah untuk saling mengenal lebih dekat dan belajar untuk
memahami karakter lawan jenis.
2. Hindari pacaran di tempat
yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung atau mendukung untuk
aktivitas seksual.
3. Hindari makan dan minuman
yang merangsang sebelum/selama pacaran.
4. Hindari bacaan/film porno
yang merangsang sebelum/selama pacaran.
5. Jangan dituruti kalau
pasangan menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan.
Oleh karena itu bahwa gaya
pacaran yang sehat merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya pacaran yang sehat
mencakup berbagai unsur yaitu sebagai berikut:
1. Sehat Fisik.
Tidak ada kekerasan dalam
berpacaran. Dilarang saling memukul, menampar ataupun menendang.
2. Sehat Emosional.
Hubungan terjalin dengan
baik dan nyaman, saling pengertian dan keterbukaan. Harus mengenali
emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Harus mampu mengungkapkan dan
mengendalikan emosi dengan baik.
3. Sehat Sosial.
Pacaran tidak mengikat,
maksudnya hubungan sosial dengan yang lain harus tetap dijaga agar tidak
merasa asing di lingkungan sendiri. Tidak baik apabila seharian penuh
bersama dengan pacar.
4. Sehat Seksual.
Dalam berpacaran kita harus
saling menjaga, yaitu tidak melakukan hal-hal yang beresiko. Jangan
sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang beresiko, seperti berciuman
hebat (kissing), berpelukan hebat (petting), meraba-raba bagian sensitif
wanita dan apalagi melakukan hubungan seks. ” SAY NO TO SEKS “
0 komentar:
Posting Komentar